Kematian

Jadi, kehidupan dan kematian tak lagi menjadi dua lembah yang saling
terpisah. Kematian mendidik kehidupan, dan kehidupan merindukan kematian.

lilin

Malam Lailatul Qadar

lalilatul

Lailatul Qadar atau Lailat Al-Qadar لَيْلَةِ الْقَدْرِ ) (malam ketetapan) adalah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadan, yang dalam Al Qur’an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dan juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al Qur’an. Deskripsi tentang keistimewaan malam ini dapat dijumpai pada Surat Al-Qadar, surat ke-97 dalam Al Qur’an.

Menurut Quraish Shihab, kata Qadar (قﺩﺭ) sesuai dengan penggunaannya dalam ayat-ayat Al Qur’an dapat memiliki tiga arti yakni [1]:

  1. Penetapan dan pengaturan sehingga Lailat Al-Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Penggunaan Qadar sebagai ketetapan dapat dijumpai pada surat Ad-Dukhan ayat 3-5 : Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami
  2. Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran. Penggunaan Qadar yang merujuk pada kemuliaan dapat dijumpai pada surat Al-An’am (6): 91 yang berbicara tentang kaum musyrik: Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada masyarakat
  3. Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr. Penggunaan Qadar untuk melambangkan kesempitan dapat dijumpai pada surat Ar-Ra’d ayat 26: Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya)

Keistimewaan

Dalam Al Qur’an, tepatnya Surat Al Qadar malam ini dikatakan memiliki nilai lebih baik dari seribu, bulan .97:1 Pada malam ini juga dikisahkan Al Qur’an diturunkan, seperti dikisahkan pada surat Ad Dukhan ayat 3-6. 44:3

Waktu

Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada 10 malam terakhir bulan Ramadan, hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah yang mengatakan : ” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan dan beliau bersabda, yang artinya: “Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Romadhon” “(HR: Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)

Tanda-tanda

bagaimanakah tanda-tanda yang benar berkenaan dengan malam yang mulia ini ? Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah mengabarkan kita di beberapa sabda beliau tentang tanda-tandanya, yaitu:

1. Udara dan suasana pagi yang tenang
Ibnu Abbas radliyallahu’anhu berkata: Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah” (Hadist hasan)

2. Cahaya mentari lemah, cerah tak bersinar kuat keesokannya

Dari Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Keesokan hari malam lailatul qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan” (HR Muslim)

3. Terkadang terbawa dalam mimpi
Seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum

4. Bulan nampak separuh bulatan

Abu Hurairoh radliyallahu’anhu pernah bertutur: Kami pernah berdiskusi tentang lailatul qadar di sisi Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata,

“Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (HR. Muslim)

5. Malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)

Sebagaimana sebuah hadits, dari Watsilah bin al-Asqo’ dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:

“Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)” (HR. at-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad hasan)

6. Orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lezatnya ibadah, ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Rabb-nya tidak seperti malam-malam lainnya.

sumber  :  http://id.wikipedia.org/wiki/Lailatul_Qadar

Kata-kata Motivasi

mo2

mo4

momo4

mo3

RAHASIA PERJALANAN

Di lorong kota pohon diam langit berkabut. Tak ada catatan
selain doa sunyi di rahim bumi. ‘Tuhan ajari aku hidup’

dalam buku Antologi Fiksimini

Jelang shubuh

bertasbih

//

CahayaMU memahat cinta dibalik semak belukar

duh Gusti kemilau airmata syahadat sukma menggetar

menakar sabar dihutan jati berjajar

menyelinap pendar redup cahaya disela ranting dan akar menjalar

Cahaya Cahaya MU

Surat Al Ikhlas – sebuah Inspirasi besar yang mengilhami kisah ini

Inspirasi itu bisa berasal dari mana saja, dari sahabat,  alam, angin, hujan bahkan petir sekalipun.  Dan aku menulis sebuah “Cerita pendek”,  kisah ini berawal dan terinspirasi dari sebuah surat,  sebuah surat yang di turunkan Allah yang Maha Besar.  Surat Al Ikhlash ini berisi penjelasan mengenai keesaan Allah serta kesempurnaan nama dan sifat-Nya.

ikhlas3

Memahami Surat Al Ikhlas, Sepertiga Al Qur’an


Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4

(yang artinya) :

1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Tafsir Ayat Pertama

 قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1)

1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

Kata (قُلْ) –artinya katakanlah-. Perintah ini ditujukan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan juga umatnya.
Al Qurtubhi mengatakan bahwa (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) maknanya adalah :

الوَاحِدُ الوِتْرُ، الَّذِي لَا شَبِيْهَ لَهُ، وَلَا نَظِيْرَ وَلَا صَاحَبَةَ، وَلَا وَلَد وَلَا شَرِيْكَ

Al Wahid Al Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya, tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak ada sekutu baginya.

Asal kata dari (أَحَدٌ) adalah (وَحْدٌ), sebelumnya diawali dengan huruf ‘waw’ kemudian diganti ‘hamzah’. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an, Adhwaul Bayan)

Syaikh Al Utsaimin mengatakan bahwa kalimat (اللَّهُ أَحَدٌ) –artinya Allah Maha Esa-, maknanya bahwa Allah itu Esa dalam keagungan dan kebesarannya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 292)

Tafsir Ayat Kedua

اللَّهُ الصَّمَدُ (2)

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masiir mengatakan bahwa makna Ash Shomad ada empat pendapat:

Pertama, Ash Shomad bermakna:

أنه السيِّد الذي يُصْمَدُ إليه في الحوائج

Allah adalah As Sayid (penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat pada-Nya.

Kedua, Ash Shomad bermakna:

أنه الذي لا جوف له

Allah tidak memiliki rongga (perut).

Ketiga, Ash Shomad bermakna:

أنه الدائم

Allah itu Maha Kekal.

Keempat, Ash Shomad bermakna:

الباقي بعد فناء الخلق

Allah itu tetap kekal setelah para makhluk binasa.

Dalam Tafsir Al Qur’an Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli tafsir yakni sebagai berikut.
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah :

الَّذِي يَصْمُدُ الخَلَائِقُ إِلَيْهِ فِي حَوَائِجِهِمْ وَمَسَائِلِهِمْ

Seluruh makhluk bersandar/bergantung kepada-Nya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan.

Tafsir Ayat Keempat

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4

4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Maksudnya adalah tidak ada seorang pun sama dalam setiap sifat-sifat Allah. Jadi Allah meniadakan dari diri-Nya memiliki anak atau dilahirkan sehingga memiliki orang tua. Juga Allah meniadakan adanya yang semisal dengan-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 293)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan makna ayat: ”dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” yaitu tidak ada yang serupa (setara) dengan Allah dalam nama, sifat, dan perbuatan

 

Tentang Hijab dalam Al Quran

Beberapa Syarat Hijab Yang Harus Terpenuhi:

1. Menutupi seluruh anggota tubuh wanita -berdasarkan pendapat yang paling kuat.

2. Hijab itu sendiri pada dasarnya bukan perhiasan.

3. Tebal dan tidak tipis atau trasparan.

4. Longgar dan tidak sempit atau ketat.

5. Tidak memakai wangi-wangian.

6. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir.

7. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.

8. Tidak bermaksud memamerkannya kepada orang-orang.

 

ayat-ayat suci Al-Quran mengenai hijab berikut ini:

(Qullilmu’minaati yaghdhudhna min abshaarihinna wa yahpadzna puruujahunna walaa yubdiina ziinatahunna illaa maa dzhara minhaa walyadhribna bikhumurihinna ‘alaa juyuubihinna walaa yubdiina ziinatahunna illaa libu’uulatihinna …)

Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka dan ….(QS. An-Nur : 31)

 

Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S An-Nur: 31)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah.” (Q.S. Al-Ahzab: 33)

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yanga artinya): “Apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 53)

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

 

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Wanita itu aurat” maksudnya adalah bahwa ia harus menutupi tubuhnya.

ayat 59 surah Al-Ahzab yang berbunyi: ”Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin,”Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak di ganggu.”

 

 

–  Hendaknya kaum wanita menutup pandangan mereka dari pandangan yang penuh syahwat kepada laki-laki non muhrim.

–  Wajib bagi kaum wanita menutupi auratnya dari laki-laki non muhrim.

–  Wajib bagi kaum wanita menutupi badan dan perhiasan mereka.

–  Diperbolehkan bagi kaum wanita untuk menampakkan badan dan perhiasan mereka di hadapan para muhrimnya

Surat An-Nisa

Surat An-Nisa’, Satu Bukti Islam Memuliakan Wanita

اأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً

“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (An-Nisa`: 1)

إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ، وَِإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلْعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ وَفِيْهَا عِوَجٌ

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sungguh bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atasnya. Bila engkau ingin meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau bisa bersenang-senang namun padanya ada kebengkokan.” (HR. Al-Bukhari no. 3331 dan Muslim no. 3632

 

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا

 

“Dan jika kalian khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kalian menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk kalian tidak berlaku aniaya.” (An-Nisa`: 3)

وَءَاتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

 

“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut dengan senang hati maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.” (An-Nisa`: 4)

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut.” (An-Nisa`: 19)

Surah Al-Baqarah ayat 148

 Surah Al-Baqarah ayat 148
 
Artinya :
Dan bagi tiap-tiapnya itu satu tujuan yang dia hadapi. Sebab itu berlomba-lombalah kamu pada serba kebaikan. Di mana saja kamu berada niscaya akan di kumpulkan Allah kamu sekalian.Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu Maha Kuasa.”(Q.S. Al-Baqarah, 2: 148)
Identifikasi Tajwid :
1.Idgam bigunnah, yaitu huruf tanwin bertemu wau dalam bacaan وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ
2.Izhar halqi, yaitu huruf tanwin bertemu ha dalam bacaan وِجْهَةٌ هُوَ
3.Mad Tabi`i, yaitu sebelum huruf ya bersukun hurufnya berharakat kasrah dalam bacaan مُوَلِّيهَا
4.Izhar, yaitu huruf fatah tanwin bertemu huruf alif dalam bacaan جَمِيعاً
5.Lafal jalalah pada bacaan اللّه
6.Mad arid lisukun, yaitu mad yang ada sebelum tanda berhenti/waqaf pada bacaan قَدِيرٌ
 

 

Surah Al-Baqarah ayat 148
Setiap umat mempunyai kiblat. Umat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke ka’bah, Bani Israil dan orang-orang Yahudi menghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap ka’bah dalam shalat. Oleh karena itu, hendaknya kaum muslimin bersatu, bekerja dengan giat, beramal, bertobat dan berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan dan tidak menjadi fitnah atau cemooh dari orang-orang yang ingkar sebagai penghambat.. Allah akan menghimpun seluruh manusia untuk dihitung dan diberi balasan atas segala alam perbuatannya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang dapat melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan.
Berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan berarti menaati dan patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya dengan semangat yang tinggi. Allah akan membalas orang yang beriman, berbuat baik dan suka menolong dengan surga dan berada didalamnya kekal selama-lamanya.

Sebuah perjalanan

 

Rini Intama dan Puisi Religi – sebuah pembahasan

oleh :  Moh. Ghufron Cholid

Puisi bisa juga menjadi salah satu cara seseorang penyair untuk mengabadikan seluruh perasaannya agar senantiasa abadi. Perasaan ini bisa berupa perasaan senang maupun benci, bahagia maupun sedih. Hal semacam ini menunjukkan bahwa puisi sangat dekat dengan kehidupan kita. Puisi bisa menghadirkan segala pujian maupun gugatan.

Kali ini Rini Intama hadir dengan puisi yang bertema reliji. Puisi yang melukiskan betapa kematian itu, sangat rahasia dan tak ada seorang pun yang bisa mengetahui hari kematiaannya.

Puisi kematian yang diusung kali ini, adalah puisi kematian yang tak terkesan menggurui. Puisi kematian yang hanya mencoba getar jiwa dalam memaknainya. Marilah kita sejenak meluangkan waktu untuk bersama-sama membaca dan menelaah puisi di bawah ini;

LIMA NOVEMBER

Lupa pada warna senja yang sebentar lagi turun

Suara ibu memanggilku hingga suara serak berdahak

Lamat menghilang dalam pekat awan yang berserak

Secangkir air mata panas tumpah menyiram hatiku

Malam, kutanya di mana ibu?

Ayah berbisik, sudah di surga sore tadi nak.

November 2010

(diambil dari buku Gemulai Tarian Naz karya Rini Intama halaman 62)

Ketika membaca judul puisi di atas awalnya saya hanya menerka-nerka apa keistimewaan November di mata batin seorang Rini Intama sehingga harus diabadikan dalam puisi.

Perlahan saya mencoba mentadabburi aksara demi aksara yang disusun dan dijadikan puisi dengan dua bait yang utuh, dua bait yang mampu menjawab pada hakekatnya segala sesuatu akan menjadi fana tanpa pernah menduganya.

Dalam bait pertama yang hanya terdiri dari empat baris, Rini Intama membuka baitnya dengan sebuah sapaan yang membuat kita tersadar dari lena hidup yang kita jalani. Lupa pada senja yang menjadi matahari merebahkan diri. Lupa pada senja yang menjadi tempat kita kembali.

Bait pertama secara utuh hanya menggambarkan suasana jiwa saat mendebarkan dalam menghadapi kematian, saat-saat yang penuh dengan kegetiran. Saat-saat yang membuat ruh merenung kembali tentang keberadaan yang dijalani. Bait pertama disampaikan secara jujur dan tidak klise dengan membumbuhi sedikit metafora.

Pada hakekatnya kematian selalu memberikan cuaca hati yang beragam, bagi yang mengalami kematian menjadi tanda pintu ketiga dalam sebuah perjalanan yang dilewati hamba telah dilalui. Pada pintu ini, biasanya seorang hamba hanya tinggal menunggu keputusan di padang mahsyar. Keputusan tentang segala amal. Dalam pintu ketiga perjalanan ini, bisa jadi penanda amal baik buruk seseorang dalam kamar baru yang dihuni. Apabila kelakuan baik yang lebih mendominasi paling tidak hamba yang berada dan telah memasuki pintu ini sangat riang gembira. Tidak merasakan gulita di kamar yang baru namun bagi yang banyak memiliki dosa menjadi tempat yang sangat menyeramkan.

Bait kedua dalam puisi ini, lebih memfokuskan pembahasannya pada kebimbangan seorang penyair dalam mencari tentang kabar keberadaan ibunya, Orang yang sangat dicintai dan sangat dirindui. Pertanyaan seperti ini wajar terjadi dan sering kita saksikan dalam hidup ini, utamanya saat kita sangat merindukan sosok ibu yang sering kita lihat, tiba-tiba hilang tanpa sebab.

Kegelisahan penyair dalam mencari sosok ibunya, yang tak kunjung mendapatkan jawaban, dari malam yang mejadi tempat pertanyaan. Malam yang menjadi tempat kesunyiaan untuk menanyakan hakekat keberaan sosok orang yang dicintai, akhirnya penyair mulai merasa lega dengan adanya jawaban tiba-tiba dari sosok bernama ayah. Ayah yang sangat memahami psikologi keadaan anak yang kehilangan ibunya sebisa mungkin akan mencari bahasa yang lebih menghibur buah hatinya, Ayah berbisik, sudah di surga nak sore tadi. Betapa indah penyair menutup baitnya.

Dari segala uraian yang telah saya paparkan, paling tidak Rini Intama dalam puisinya berjudul LIMA NOVEMBER telah berhasil menyampaikan tentang risalah kematian. Rini berbicara kematian namun tak terkesan menggurui. Kematangan penyair dalam menyampaikan imajinasi telah teruji dengan baik. Demikian kajian kematian yang bisa saya paparkan dalam puisi yang ditulis oleh penyair Rini Intama.

Terlepas dari plus minusnya penyampaian biarkan sejarah yang membahas dan menjelaskan kepada generasi berikutnya. Akhirnya saya haturkan selamat membaca, menelaah dan mengapresiasi. Untuk penyairnya saya haturkan alfu mabruk

Kamar Hati, 13 Juni 2011